Jumat, 18 Maret 2011

SEPUTAR BID'AH PART 3

0 komentar

Seputar Hadits Yang Menerangkan Bid’ah (3)

Bagaimana kita memahami  hadits :

1.     مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ( رواه مسلم )

Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya maka amal itu ditolak
( HR Muslim dari Aisyah ).

Hadits di atas seakan menunjukkan bahwa setiap bid’ah adalah sesat ?
Hadits di atas memang benar. Namun tidak dapat digunakan landasan untuk mengatakan bahwa semua bid’ah adalah sesat. Terbukti dalam hadits di atas disebutkan : لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا . Ini menunjukkan bahwa yang ditolak adalah hal baru yang tidak mempunyai landasan sama sekali dalam agama. Sedang yang mempunyai dalil meskipun secara umum tidak masuk dalam kategori hadits ini.
    Catatan :
Hadits yang semisal ini memang sering dijadikan dalil melarang semua hal baru yang tidak pernah dilaksanakan di masa Nabi SAW, padahal yang dimaksud tidak seperti itu. Para ulama menyatakan bahwa yang dilarang dalam hadits-hadits itu adalah membuat-buat hukum baru yang tidak pernah disebutkan dalam al-Quran atau hadits, baik secara tegas atau tidak (implisit), secara umum atau khusus, lalu meyakininya sebagai suatu bentuk ibadah murni Kepada Allah SWT.
    Amal-Amal yang Tidak Dilakukan Nabi dan Shahabat
     Tidak setiap amaliyah yang tidak dikerjakan oleh shahabat atau ulama salaf berarti tidak boleh. Ada kemungkinan hal tersebut tidak dikerjakan oleh mereka karena udzur, momen yang tidak tepat, atau faktor lain. Standar menentukan bid’ah adalah adanya landasan hukum menurut syara’ ataukah tidak, bukan pernah dilakukan orang kuno atau tidak. Imam Syafi’I mengatakan :

2.      كلُ ما له مُستَنَدٌ مِن الشرعِ فليس ببدعةٍ ولو لم يَعملْ به السّلفُ لأنّ تركَهم لِلْعَملِ به قد يكونُ لعذرٍ قام لهم في الوقت أو لِمَا هو أفضلُ منْهُ

         و لعلّه لَمْ يَبْلُغْ جميعَهم عِلْمٌ به

Setiap hal yang mempunyai landasan dari syara’ maka tidak termasuk bid’ah meskipun tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf. Karena mereka meninggalkan hal tersebut ada kemungkinan disebabkan


udzur yang ada pada waktu itu atau karena terdapat amal yang lebih utama atau disebabkan informasi tentang hal tersebut tidak menjangkau mereka semua.[1]
    Tidak Setiap Yang Ditinggalkan Rasulullah Berarti Tidak Boleh
Di samping itu, tidak setiap yang ditinggalkan Rasulullah SAW berarti tidak diperbolehkan. Hal tersebut bisa disebabkan beberapa faktor. Diantaranya :
1. Beliau meninggalkannya karena jijik. Sebagaimana dalam hadits :

عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ r بَيْتَ مَيْمُونَةَ فَأُتِيَ بِضَبٍّ مَحْنُوذٍ فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ r بِيَدِهِ فَقَالَ بَعْضُ النِّسْوَةِ أَخْبِرُوا رَسُولَ اللَّهِ r بِمَا يُرِيدُ أَنْ يَأْكُلَ فَقَالُوا هُوَ ضَبٌّ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَرَفَعَ يَدَهُ فَقُلْتُ أَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ قَالَ خَالِدٌ فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ
Dari Khalid bin Walîd sesungguhnya ia masuk bersama Rasulullah SAW ke rumah Maimunah. Rasulullah disuguh dengan dlab (hewan mirip biawak yang ada di Arab) yang dipanggang. Rasulullah menjulurkan tangan Beliau ke hidangan tersebut. Sebagian wanita berkata,“Mintalah Rasulullah memilih apa yang hendak beliau makan !” Para sahahbat pun berkata, “Ini adalah dlab, Wahai Rasulallah !” Rasulullah pun mengangkat tangannya. Aku (Khalid) bertanya,“Apakah ini haram, Wahai Rasulallah?” Beliau menjawab, “Tidak, hanya saja ini tidak terdapat di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik (tidak berselera). Khalid berkata, “Maka akupun memakannya, sedang Rasulullah SAW melihat.” (HR Bukhâri : 5111)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah kadang meninggalkan sesuatu karena menurut Beliau menjijikkan meskipun itu tidak haram.

2. Meninggalkan karena lupa sebagaimana dalam hadits :
سها r في الصلاة فترك منها شيئا فسُئل هل حَدث في الصلاة شيئ قال إنما أنا بشر أنسَى كما تنسَون فإذا نسيتُ فذكِّروني
 ( أخرجه البخاري ومسلم وغيرهما)
Rasulullah SAW lupa dalam shalat sehingga Beliau meninggalkan sesuatu. Beliau ditanya,”Apakah ada peraturan baru dalam shalat?” Beliau menjawab, “Aku adalah manusia. Aku juga lupa sebagaimana kalian lupa. Maka bila aku lupa, ingatkanlah!” (HR Bukhari).
3. Meninggalkan karena khawatir akan difardlukan seperti dalam permasalahan shalat tarawih.
4. Dan faktor-faktor lain.[2]
    Kesimpulan :
   Bidah adalah hal-hal baru yang tidak terjadi \ dilakukan pada zaman rosul . Dan hal baru tersebut ada yang sesuai dengan Al Qur'an dan Hadist atau tidak.
o    Jika bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadist maka Hukumnya haram ( Bid'ah Sayyiah )
o    Jika tidak bertentangan dengan AL Qur'an dan Hadist maka hukumnya Boleh  ( Bid'ah Hasanah )
  Dengan demikian bisa dipahami bahwa Bid'ah dapat digolongkan menjadi dua ;
1.    Bid'ah  Hasanah  ( baik )
2.    Bid'ah  Sayyiah    ( Sesat )
                                                                       
Wallahu A'lam Bissowab .




[1] Yûsuf Khaththâr Muhammad, al-Masû'ah al-Yûsufiyah fî Bayân Adillah as-Shûfiyah, (Damaskus : Dâr at-Taqwâ), hal. 480.
[2]Ibid, hal.485.

Leave a Reply