Jumat, 18 Maret 2011

PENGERTIAN BID'AH

0 komentar

SEPUTAR PERMASALAHAN  BID’AH
PART 1

 

Sebagai bentuk kepedulian umat islam dalam memegang syari’atnya, sangatlah wajar jika seseorang berhati-hati dalam menilai “sesuatu” yang baru. Yang belum pernah ada sebelumnya pada masa Rosululloh SAW. Saling mengklaim bahwa “ini-itu” merupakan “bid’ah”, dan bid’ah selalu neraka jaminannya. Nah....disinilah kami ingin mengungkap seputar bid’ah yang selalu rame jika diperdebatkan.


    PENGERTIAN BID’AH

Secara bahasa, bid’ah bermakna menciptakan sesuatu yang belum ada contohnya. Sedang secara istilah, bid’ah adalah :
الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم
' Mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) di masa Rasulullah SAW '.

    PEMBAGIAN BID’AH SECARA GARIS BESAR
Melihat pengertian di atas, bid’ah mencakup segala hal baru baik berkaitan dengan ibadah atau tidak, baik yang tercela atau terpuji.
Oleh karenanya secara garis besar bid’ah terbagi dua,
  1. Bid'ah hasanah
  2. Bid'ah sayyi’ah .
      Hal ini sebagaimana dawuhnya Imam Syâfi’i :
               البِدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ
     Bid’ah ada dua, terpuji dan tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah (ajaran Nabi SAW ) termasuk terpuji, sedang yang menyalahi sunnah berati tercela
        الْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلَالِ وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لَا يُخَالِفُ شَيْئًا  مِنْ ذَلِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ  ( أخرجه البيهقي عن الشافعي )
              Hal yang baru ada dua macam; 
  1. Pertama : Hal baru yang menyalahi al-Quran, hadits, atsar (ucapan shahabat) atau ijma’. Ini adalah bid’ah dlalâlah (sesat)
  2. Kedua :  hal baru yang termasuk kebaikan dan tidak menyalahi Al Qur’an dan Al Hadits .  maka ini hal baru yang tidak tercela (bid’ah Hasanah ) . [1]

    DALIL PEMBAGIAN BID’AH


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ ( رواه مسلم )
   Siapa saja yang membuat suri tauladan yang baik (sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut dan pahala orang-orang yang mengamalkan setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan siapa saja yang merintis suri tauladan jelek (sunnah sayyi`ah) maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa orang-orang sertelahnya yang meniru perbuatan tersebut tanpa sedikitpun mengurangi dosa mereka. (HR. Muslim ).

     Menurut Syekh Nabîl Husainy dalam  al-Bid’ah al-Hasanah wa Ashluhâ min al-Kitâb wa as-Sunnah, hadits di atas termasuk dalil pembagian bid’ah menjadi dua.

 

    PEMBAGIAN BID’AH SECARA TERPERINCI


Sulthânul Ulama ( Syekh 'Izuddin ibnu Abdis Salâm)  dalam kitab al-Qowâid al-Ahkâm membagi Bid’ah menjadi lima bagian :
1     Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan syara’.
Diantaranya :
i)      Mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf demi menjaga keaslian Al Quran karena banyaknya para penghafal Al Quran yang meninggal.
ii)     Membukukan hadits sebagaimana yang dilakukan Imam Bukhari, Muslim, Malik dan ahli hadits lainnya.
iii)    Mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain. Sebab hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Quran dan hadits secara sempurna. Sedang memahami al-Quran dan al-hadits demi memelihara agama hukumnya wajib.
2     Bid’ah Muharramah (bid’ah dlalâh), yakni bid’ah yang bertentangan dengan al-Quran dan hadits Nabi. Seperti :
i)      Madzhab Jabbâriyah dan Qodariyyah
ii)     menyuap
iii)    Menganggap orang muslim lain yang berbeda aliran dengannya sebagai najis.
iv)    Memiliki istri lebih dari empat.
v)     Ikut merayakan hari natal.
vi)    Meyakini bahwa al-Quran adalah makhluk.
3     Bid’ah Mandûbah, yakni semua bid’ah yang  baik (sesuai dengan al-Quran dan bersifat menghidupkan sunnah Nabi SAW.) Misalnya :
i)      Mendirikan madrasah, pesantren, kantor-kantor, dan sarana kebaikan lainnya yang tidak dikenal di masa Nabi SAW.
ii)     Berjabat tangan setelah shalat maktubah menurut Imam Nawawi.
iii)    Mengadakan peringatan maulid Nabi SAW.
4     Bid’ah Makrûhah,  yaitu semua bid’ah yang berhubungan dengan hukum makruh. Seperti :
i)      Menghias masjid dengan hiasan yang berlebihan.
ii)     Makan bawang merah, bawang putih mentah.
5     Bid’ah Mubâhah, yakni segala bid’ah yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadits Nabi SAW serta tidak pula dianjurkan. Seperti :
i)      Naik motor, mobil, dan lain-lain.
ii)     Makan yang lezat.
iii)    Membuat rumah yang besar, dan lain-lain. [2]
Dari kelima macam bid’ah di atas, yang tergolong bid’ah dlalâlah adalah bid’ah muharramah.[3]



[1] Syihâb ad-Dîn Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Hajar al-‘Asqalâny, Fath al-Bâri`, (Beirut : Dâr al-Ma’rifah), 1979, vol. XIII, hal. 293
[2] Abî Muhammad ‘Izz ad-Dîn ibn ‘Abd as-Salâm, Op.Cit., hal. 173.
[3] Abi Bakr bin Muhammad Syathâ, I’ânah at-Thâlibîn, (Beirut : Dâr al-Fikr), vol.I, 271., Ibn Hajar al-Haitamy, al-Fatâwâ al-Hadîtsiyah, ( Beirut : Dâr al-Fikr), hal. 109-110.

Leave a Reply