Rabu, 11 Mei 2011

Pesantren Dan Undang-undang Negara

0 komentar

 Insan kamil (manusia seutuhnya), adalah target penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, termasuk juga penyelenggaraan pendidikan agama. Pesantren sebagai salah satu lembaga penddidikan agama tentu juga memiliki target yang sama dalam penyelenggaraan pendidikannya. Pembentukan manusia seutuhnya merupakan tujuan pendidikan yang diamanahkan Undang-Undang Pendidikan Nasional, UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003  mengamanahkan bahwa fungsi pendidikan adalah kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana amanah UU sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 merupakan amanah yang harus dijalankan dan dipenuhi oleh lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk juga pesantren di dalamnya. Mau tidak mau, pesantren harus dapat menjalankan fungsi dan tujuan pendidikan yang telah diamanatkan undang-undang pendidikan, sebab pesantren telah menjadi bahagian dari sistem pendidikan Nasional. Pasal 30 UU sisdiknas menyebutkan bahwa “Pendidikan keagamaan berbetuk pendidikan Diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lainnya yang sejenis”. Pada pasal ini terlihat jelas bahwa adanya pengakuan terhadap institusi pesantren sebagai penyelenggara pendidikan keagamaan.
PP Nomor 55 Tahun 2007, merupakan peraturan pemerintah yang lahir untuk memperjelas amaran UU sisdiknas tahun 2003, dalam PP ini juga memperjelas fungsi dan tujuan pesantren sebagai bahagian yang tak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 26 ayat 1, 2 dan 3 PP Nomor 55 Tahun 2007 menjelaskan secara rinci tentang pesantren, dan memberikan legitimasi yuridis terhadap eksistensi pesantren. Dalam ayat 3 pasal ini disebutkan bahwa “Peserta didik dan/atau pendidik di pesantren yang diakui keahliaanya di bidang ilmu agama tetapi tidak memiliki ijazah pendidikan formal dapat menjadi pendidik mata pelajaran/kuliah pendidikan agama di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang memerlukan, setelah uji kompetensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”

Ayat ini memberikan pengakuan terhadap alumni pesantren untuk menjadi pendidik dalam mengajarkan ilmu agama pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan setelah mendapat pengakuan melalui uji kompetensi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengakuan terhadap ini tentu melalui pengakuan surat bukti menamatkan pendidikan di pondok pesantren atau ijazah/syahadah, jika ijazah yang dikeluarkan pesantren tidak mendapatkan pengakuan, tentu ayat 3 PP nomor 55 Tahun 2007 hanya ada dalam aturan tetapi tidak aplikatif. Untuk itu, Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam mengeluarkan surat edaran tentang legalisasi Ijazah pesantren. Salah satu butir isi surat edaran ini adalah tentang mata pelajaran yang harus dipenuhi Pesantren agar Ijazah yang dikeluarkan lembaga pendidikan ini diakui keabsahannya.  Surat edaran ini menjadi juknis bagi Pesantren tentang tatacara pemberian sertifikat/ijazah bagi para santri yang telah menamatkan pendidikannya di Pesantren.
Mata Pelajaran yang harus dipenuhi Pesantren untuk Legalisasi ijazah
Tingkat Ibtidaiyah
  1. Al-Qur’an
  2. Tauhid
  3. Fiqih
  4. Akhlak
  5. Nahwu
  6. Sharaf, serta Pelajaran pendukung lain
Tingkat Tsanawiyah
  1. Al-Qur’an
  2. Tauhid
  3. Fiqih
  4. Akhlak
  5. Nahwu
  6. Sharaf
  7. Tarikh
  8. Tajwid, serta Pelajaran pendukung lain
Tingkat Aliyah
  1. Tafsir
  2. Ilmu Tafsir
  3. Hadist
  4. Ilmu Hadist
  5. Fiqih
  6. Ushul Fiqih
  7. Tauhid
  8. Nahwu
  9. Sharaf
  10. Tarikh
  11. Balaghah, serta  Pelajaran pendukung lain.
sumber : Surat Edaran Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, Nomor : DJ.I/PP.00.7/940/2008 tanggal 29 Juli 2008
Untuk tercapainya maksud surat Edaran Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam ini, Bidang Pekapontren Kanwil Kementerian Agama Provinsi telah mengirimkan surat edaran ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/kota, edaran ini bernomor Kw.01.5/PP.00.1/1860/2008 tanggal 12 Agustus 2008. Edaran ini berisi tentang penjelasan kewenangan dan persyaratan legalisasi Ijazah, kewenangan itu meliputi :
  1. Untuk legalisasi Ijazah Pesantren setara MI, MTs, wajar dikdas Ula dan Wustha, paket A dan B dapat dilegalisir oleh Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren An. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/kota setempat.
  2. Untuk Ijazah setara MA, Muadalah dan Paket C dilegalisir oleh kepala Bidang Pekapontren An. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh.
  3. Untuk setiap ijazah yang akan dilegalisir oleh Bidang Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota harus melampirkan surat pernyataan pimpinan pesantren, sedangkan ijazah yang akan dilegalisir oleh bidang Pekapontren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi harus melampirkan surat pernyataan pimpinan Pesantren dan surat keterangan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Untuk tercapainya maksud dua edaran ini, Peran Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sangat diharapkan dalam memberikan informasi dan sosialisasi kepada Pesantre tentang legalisasi Ijazah/syahadah, ini demi peningkatan/pengakuan keabsahan ijazah/syahadah pesantren, serta tidak menimbulkan akibat hukum dari legalisasi ijazah Pesantren. Tahun 2009, ada tiga kasus yang berkenaan dengan legalisasi Ijazah Pesantren yang terindikasi dipalsukan, kasus ini marak setelah pesta demokrasi pemilihan anggota legislativ, ketiga kasus ini masih menjalani proses hukum di pengadilan dan sampai sekarang belum ada yang selesai. Kasus-kasus ini hendaknya menjadi pelajaran dan pengalaman agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang, serta tidak ada pihak yang terjebak dalam proses hukum.

Leave a Reply